Pinned

Translating Commission

Monday, February 13, 2012

In A World of Money

The world is a place ruled by money. If you have all the money in the world, you have all that belongs in the world. Houses, technology, golds and jewels. You name it, you got it. Money runs the world. Even people. You can pay for maids, butlers, gardeners, and though people always deny it, emotions. Maybe you can't, so to speak, buy happiness, but you can buy things to make you happy. Maybe you can't, so to speak, buy love, but you can buy people to love you and people for you to love. It doesn't matter what people say, because there is virtually nothing in the world that cannot be bought.

Paragraf pembuka dari fanfiksi berjudul In a World of Money karya Henzie-sama.

Nggak, saya ga akan ngereview fic selfcest satu itu.

Hanya saja... paragraf itu merupakan penjelasan yang pas untuk menggambarkan dunia ini. Well, setidaknya dunia menurut sudut pandang saya.

Tumben, ya, saya ngebahas yang kayak ginian? Kalian bertanya ada angin apa? Yah... katakanlah sesuatu terjadi tadi dan saya jadi dongkol dan saya dapat ide untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Di sini. Di blog yang seharusnya isinya non-RL. Tapi tetep saya masukkin ke sini karena semoga aja ada ahli hukum yang lihat terus tersadar buat ngeberantas ketidakadilan ini *cailah*

Ahem, jadi, kita mulai dari penyebab saya nulis beginian.

Jadi, di sekolah tadi saya baru menyadari bahwa uang itu berpengaruh banget. You can get whatever you want with money. Whatever di sini dalam bentuk material dan duniawi, ya. Yang akhirat udah pasti ga mungkin. Dan kesadaran ini muncul karena seorang teman curhat pada saya soal nilai temannya yang lebih tinggi padahal it is clearly shown that person is more stupid than that friend of mine.

Saya juga udah ngerasa dari dulu, 'sih. Kok bisa-bisanya itu orang jelas-jelas bego luar dalem naik kelas sampai kelas 3. Dan saya tau jawabannya: karena uang. Kalaupun bukan karena uang, pasti karena kekuasaan bapaknya yang memang orang berpengaruh di sini.

Wajar dong kalau saya berpikiran begitu kalau bukti-buktinya jelas ada. Cukup amati orang itu selama beberapa jam, dan kau bisa langsung tahu bahwa orang itu orang rusak. Ga jarang saya mencium bau rokok kalau orang itu lewat. Ga jarang dia bolos kelas. Dia ga takut terlambat setiap hari. Nothing fears him, because he knows that everyone else fears his father's authority. Yaiyalah, wong kalau kita macam-macam bisa-bisa bokapnya nyuruh orang buat ngebantai kita.

... ini makin lama arahnya makin curhat.

Ahem.

Intinya begitu. Uang berkuasa banget. Yang kaya bebas berbuat sesuka hati, yang miskin cuma bisa makan hati.

Mau gimana lagi? Moral bangsa juga udah rusak. Koruptor bebas berkeliaran pastinya karena mereka nyuap pihak penegak keadilan. Atau pihak penegak keadilannya yang emang ga konsisten. Atau koruptornya lahir karena pendidiknya ga bener.

Indonesia jatuh. Jatuh sedalam-dalamnya.

... dan gw makin galau. *berhenti pake bahasa formal*

Pindahkan gw ke negara lain, please. Gw udah muak.

No comments:

Post a Comment